BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Nikah adalah salah satu sunnah (ajaran) yang sangat dianjurkan oleh Rasul
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Nikah adalah satu upaya untuk menyempurnakan iman.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.
Al Ghazali bercerita tentang sebagian ulama, katanya:”Di awal keinginan
saya (meniti jalan akhirat), saya dikalahkan oleh syahwat yang amat berat, maka saya banyak menjerit kepada Allah. Sayapun
bermimpi dilihat oleh seseorang, dia berkata kepada saya:”Kamu ingin agar
syahwat yang kamu rasakan itu hilang dan (boleh) aku menebas lehermu? Saya
jawab:”Ya”. Maka dia berkata:”Panjangkan (julurkan) lehermu.” Sayapun
memanjangkannya. Kemudian ia menghunus pedang dari cahaya lalu memukulkan ke
leherku. Di pagi hari aku sudah tidak merasakan adanya syahwat, maka aku
tinggal selama satu tahun terbebas dari penyakit syahwat. Kemduian hal itu
datang lagi dan sangat hebat, maka saya melihat seseorang berbicara pasa saya
antara dada saya dan samping saya, dia berkata:”Celaka kamu! Berapa banyak kamu
meminta kepada Allah untuk menghilangkan darimu sesuatu yang Allah tidak suka
menghilangkannya! Nikahlah!” Maka sayapun menikah dan hilanglah godaan itu
dariku. Akhirnya saya mendapatkan keturunan.”
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan hikmah syariat nikah?
2.
Apa yang dimaksud dengan hukum nikah?
3. Jelaskan pembagian hukum
nikah?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui hikmah syariat nikah
2. Untuk mengetahui hukum nikah
3. Untuk mengetahui pembagian hukum nikah
BAB II
PEMBAHASAN
HIKMAH DAN HUKUM NIKAH
Hikmah Syariat Nikah
1.
Nikah adalah salah satu sunnah (ajaran) yang
sangat dianjurkan oleh Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dalam sabdanya:
“Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang mampu
menikah (jima’ dan biayanya) maka nikahlah, karena ia lebih dapat membuatmu
menahan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa tidak mampu menikah maka
berpuasalah, karena hal itu baginya adalah pelemah syahwat.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
2.
Nikah adalah satu upaya untuk menyempurnakan
iman. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa memberi karena Allah, menahan
kerena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikahkan
karena Allah maka ia telah menyempurnakan iman.” (HR.
Hakim,dia berkata: Shahih sesuai dg syarat Bukhari Muslim. Disepakati oleh adz
Dzahabi)
“Barangsiapa menikah maka ia telah
menyempurnakan separuh iman, hendaklah ia menyempurnakan sisanya.” (HR. ath
Thabrani, dihasankan oleh Al Albani)
Kisah:
Al Ghazali bercerita tentang sebagian ulama,
katanya:”Di awal keinginan saya (meniti jalan akhirat), saya dikalahkan oleh
syahwat yang amat berat, maka saya banyak menjerit kepada Allah. Sayapun
bermimpi dilihat oleh seseorang, dia berkata kepada saya:”Kamu ingin agar
syahwat yang kamu rasakan itu hilang dan (boleh) aku menebas lehermu? Saya
jawab:”Ya”. Maka dia berkata:”Panjangkan (julurkan) lehermu.” Sayapun
memanjangkannya. Kemudian ia menghunus pedang dari cahaya lalu memukulkan ke
leherku. Di pagi hari aku sudah tidak merasakan adanya syahwat, maka aku
tinggal selama satu tahun terbebas dari penyakit syahwat. Kemduian hal itu
datang lagi dan sangat hebat, maka saya melihat seseorang berbicara pasa saya
antara dada saya dan samping saya, dia berkata:”Celaka kamu! Berapa banyak kamu
meminta kepada Allah untuk menghilangkan darimu sesuatu yang Allah tidak suka
menghilangkannya! Nikahlah!” Maka sayapun menikah dan hilanglah godaan itu
dariku. Akhirnya saya mendapatkan keturunan.” (Faidhul Qadir VI/103 no.8591)
3.
Nikah
adalah satu benteng untuk menjaga masyarakat dari kerusakan, dekadensi moral
dan asusila. Maka mempermudah pernikahan syar’i adalah solusi dari semu itu.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Jika datang kepadamu orang yang kamu relakan akhlak dan
agamanya maka nikahkanlah, jika tidak kamu lakukan maka pasti ada fitnah di
muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Hakim, hadits shahih)
4.
Pernikahan adalah lingkungan baik yang
mengantarkan kepada eratnya hubungan keluarga, dan saling menukar kasih sayang
di tengah masyarakat. Menikah dalam Islam bukan hanya menikahnya dua insan,
melainkan dua keluarga besar.
5.
Pernikahan adalah sebaik-baik cara untuk mendapatkan anak,
memperbanyak keturunan dengan nasab yang terjaga, sebagaimana yang Allah
pilihkan untuk para kekasih-Nya:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa
Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan
keturunan.” (QS. ar Ra’d:38
6.
Pernikahan adalah cara terbaik untuk melampiaskan naluri
seksual dan memuaskan syahwat dengan penuh ketenangan.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya wanita itu menghadap dalam rupa setan
(menggoda) dan membelakangi dalam rupa setan, maka apabila salah seorang kamu
melihat seorang wanita yang menakjubkannya hendaklah mendatangi isterinya,
sesungguhnya hal itu dapat menghilangkan syahwat yang ada dalam dirinya.” (HR. Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi)
7.
Pernikahan memenuhi naluri kebapakan dan keibuan, yang
akan berkembang dengan adanya anak.
8.
Dalam pernikahan ada ketenangan, kedamaian, kebersihan,
kesehatan, kesucian dan kebahagiaan, yang diidamkan oleh setiap insan.
Hukum Nikah
Para ulama menyebutkan bahwa nikah
diperintahkan karena dapat mewujudkan maslahat; memelihara diri, kehormatan,
mendapatkan pahala dan lain-lain. Oleh karena itu, apabila pernikahan justru
membawa madharat maka nikahpun dilarang. Dari sini maka hukum nikah dapat dapat
dibagi menjadi lima:
1.
Disunnahkan bagi orang yang memiliki syahwat (keinginan kepada wanita) tetapi
tidak khawatir berzina atau terjatuh dalam hal yang haram jika tidak menikah,
sementara dia mampu untuk menikah. Karena Allah telah memerintahkan dan
Rasulpun telah mengajarkannya. Bahkan di dalam nkah itu ada banyak kebaikan,
berkah dan manfaat yangb tidak mungkin diperoleh tanpa nikah, sampai Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Dalam kemaluanmu ada sedekah.” Mereka bertanya:”Ya
Rasulullah , apakah salah seorang kami melampiaskan syahwatnya lalu di dalamnya
ada pahala?” Beliau bersabda:”Bagaimana menurut kalian, jika
ia meletakkannya pada yang haram apakah ia menanggung dosa? Begitu pula jika ia
meletakkannya pada yang halal maka ia mendapatkan pahala.” (HR.
Muslim, Ibnu Hibban) Juga
sunnah bagi orang yang mampu yang tidak takut zina dan tidak begitu membutuhkan
kepada wanita tetapi menginginkan keturunan. Juga sunnah jika niatnya ingin
menolong wanita atau ingin beribadah dengan infaqnya.
Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Kamu tidak menafkahkan satu nafkah karena ingin
wajah Allah melainkan Allah pasti memberinya pahala, hingga suapan yang kamu
letakkan di mulut isterimu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Dinar yang kamu nafkahkan di jalan Allah, dinar yang kamu
nafkahkan untuk budak, dinar yang kamu sedekahkan pada orang miskin, dinar yang
kamu nafkahkan pada isterimu maka yang terbesar pahalanya adalah yang kamu
nafkahkan pada istermu.” (HR. Muslim)
2.
Wajib bagi
yang mampu nikah dan khawatir zina atau maksiat jika tidak menikah. Sebab
menghindari yang haram adalah wajib, jika yang haram tidak dapat dihindari
kecuali dengan nikah maka nikah adalah wajib (QS. al Hujurat:6). Ini bagi kaum
laki-laki, adapun bagi perempuan maka ia wajib nikah jika tidak dapat membiayai
hidupnya (dan anak-anaknya) dan menjadi incaran orang-orang yang rusak,
sedangkan kehormatan dan perlindungannya hanya ada pada nikah, maka nikah
baginya adalah wajib.
3.
Mubah bagi yang mampu dan aman
dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya atau tidak memiliki syahwat sama
sekali seperti orang yang impotent atau lanjut usia, atau yang tidak mampu
menafkahi, sedangkan wanitanya rela dengan syarat wanita tersebut harus
rasyidah (berakal).
Juga mubah bagi yang mampu menikah dengan tujuan hanya
sekedar untuk memenuhi hajatnya atau bersenang-senang, tanpa ada niat ingin
keturunan atau melindungi diri dari yang haram.
4.
Haram nikah bagi orang yang
tidak mampu menikah (nafkah lahir batin) dan ia tidak takut terjatuh dalam zina
atau maksiat lainnya, atau jika yakin bahwa dengan menikah ia akan jatuh dalam
hal-hal yang diharamkan.
Juga haram nikah di darul harb (wilayah tempur) tanpa
adanya faktor darurat, jika ia menjadi tawanan maka tidak diperbolehkan nikah
sama sekali. Haram berpoligami bagi yang menyangka dirinya tidak
bisa adil sedangkan isteri pertama telah mencukupinya.
5.
Makruh menikah
jika tidak mampu karena dapat menzhal imi
isteri, atau tidak minat terhadap wanita dan tidak mengharapkan keturunan..
Juga makruh jika nikah dapat menghalangi dari ibadah-ibadah sunnah yang lebih
baik. Makruh berpoligami jika dikhawatirkan akan kehilangan maslahat yang lebih
besar.
BAB III
PENUTUP
Ø Kesimpulan :
Nikah
adalah salah satu sunnah (ajaran) yang sangat dianjurkan oleh Rasul Shalallahu
‘Alaihi Wassalam. Nikah
adalah satu benteng untuk menjaga masyarakat dari kerusakan, dekadensi moral
dan asusila. Maka mempermudah pernikahan syar’i adalah solusi dari semu itu. Pernikahan adalah lingkungan baik yang
mengantarkan kepada eratnya hubungan keluarga, dan saling menukar kasih sayang
di tengah masyarakat. Menikah dalam Islam bukan hanya menikahnya dua insan,
melainkan dua keluarga besar. Pernikahan adalah
sebaik-baik cara untuk mendapatkan anak, memperbanyak keturunan dengan nasab
yang terjaga
Ø Saran :
Demikianlah beberapa
pemikiran untuk dijadikan bahan acuan Saudara-saudara dalam menimba ilmu
pengetahuan dibidang ilmu hukum khususnya hukum nikah. Dengan meningkatkan kemampuan dibidang ini maka
diharapkan dapat menambah sekaligus memperkaya ilmu pengetahuan kita semua.
Semoga dapat bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar