TAHAPAN PERKEMBANGAN MENURUT JEAN PIAGET
1.
Tahap Sensorimotor (lahir – 2 tahun)
Perkembangan kognitif bayi sampai kira-kira
berusia 2 tahun pada umumnya mengandalkan observasi dari panca indera dan
gerakan tubuh mereka. Satu tanda dari perkembangan ini adalah memahami objek
tetap / permanen. Bayi berkembang dengan cara merespon kejadian dengan gerak
refleks atau ’pola kesiapan’. Mereka belajar melihat diri mereka sebagai bagian
dari objek yang ada di lingkungan.
2.
Tahap Pra-operasional (2 – 7 tahun)
Pra-operasional ditandai oleh adanya pemakaian
kata-kata lebih awal dan memanipulasi simbol-simbol yang menggambarkan objek
atau benda dan keterikatan atau hubungan di antara mereka. Pemikiran atau sifat
anak yang aneh /ganjil menunjukkan fakta bahwa mereka pada umumnya tidak mampu
menunjukkan operations (eksploitasi)
atau jika mereka bisa menunjukkan operation maka
keadaannya akan terbatas. Mental operations pada
tahap ini sifatnya fleksibel dan dapat berubah. Tahap pra-operasional ini juga
ditandai oleh beberapa hal, antara lain : egosentrisme, ketidakmatangan pikiran
/ ide / gagasan tentang sebab-sebab dunia di fisik, kebingungan antara simbol
dan objek yang mereka wakili, kemampuan untuk fokus pada satu dimensi pada satu
waktu dan kebingungan tentang identitas orang dan objek.
3.
Tahap Concrete Operational (6 atau 7 th – 12 tahun)
Pada tahap konkrit operasional, penambahan dan
pengurangan dalam hitung-hitungan bukan merupakan aktivitas yang mudah. Konkrit
operasional anak mengenal bahwa ada hubungan antara angka-angka dan bahwa
operasi dapat dilaksanakan menurut aturan tertentu. Pada tahap ini anak
menunjukkan permulaan dari kapasitas logika orang-orang dewasa. Mereka mengerti
aturan dasar dari logika. Bagaimanapun juga, proses berfikir, atau operasi,
pada umumnya melibatkan objek yang kelihatan (konkrit) daripada ide yang
abstrak. Egosentrisme pada tahap ini sudah mulai berkurang. Kemampuan mereka
untuk menggunakan peran dari orang lain dan melihat dunia, dan mereka sendiri,
dari perspektif orang-orang lain sudah berkembang dengan pesat. Mereka mengenal
bahwa orang melihat sesuatu dengan cara yang berbeda, karena perbedaan situasi
dan perbedaan nilai. Mereka dapat fokus pada lebih dari satu dimensi pada
beberapa waktu. Pada tahap ini juga sudah menunjukkan pemahaman akan hukum
kekekalan (konservasi).
4.
Tahap Formal Operational ( 12 tahun ke atas)
Tingkat operasi formal merupakan tahapan
terakhir dari skema Piaget, yang merupakan tingkatan dari kedewasaan
kognitif. Formal operational biasanya dimulai pada masa pubertas, sekitar umur 11
atau 12 tahun. Akan tetapi tidak semua anak memasuki tingkatan ini pada saat
pubertas, dan beberapa orang tidak pernah mencapainya. Tugas utama pada tahap
ini meliputi kemampuan klasifikasi, berpikir logis, dan kemampuan hipotetis.
Ada beberapa feature yang
memberi remaja kapasitas lebih besar untuk memanipulasi dan menghargai
lingkungan luar dan dunia imajinasi yang mencakup pemikiran hipotetis,
penyelesaian masalah yang sistematis, kemampuan untuk menggunakan simbol dan
pemikiran deduksi. Remaja dapat memproyeksikan dirinya pada situasi yang
melebihi pengalaman mereka saat itu, dan untuk alasan itu, mereka terbungkus
dalam fantasi yang panjang.
TAHAPAN PERKEMBANGAN MENURUT VYGOTSKY
1.
Natural
Process of Development
Vygotsky
percaya bahwa eksperimen seharusnya mengatur pemberi kesempatan maksimal pada
subjek untuk mengerjakan bermacam-macam aktivitas yang dapat diobservasi,
bukan dengan pengontrolan yang sangat tegas.
Vigotsky
menggunakan tiga tekhnik dalam eksperimen pada anak-anak yang meliputi
pengenalan hambatan yang akan mengganggu pemecahan masalah. Dalam studi
bahasa sifat yang mementingkan diri sendiri, contohnya, Vigotsky meminta
anak-anak yang berbicara bahasa yang berbeda untuk melengkapi kegiatan
kooperatif. Sebuah teknik untuk memberikan bantuan secara eksternal untuk
menyelesaikan masalah yang dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara.
Akhirnya, anak-anak mungkin diminta untuk menyelesaikan masalah yang
melebihi pengetahuan dan kemampuan mereka.
Ketiga
teknik ini mempunyai penekanan umum yang menerangkan proses,
daripada produk. Melalui mediasi, Vigotsky mendefenisikan bentuk perilaku
manusia “individu yang secara aktif mengubah stimulus dari situasi sebagai
bagian dari proses untuk merespon itu.”
2.
Sosiokultural
History
Vygotsky
mempertimbangkan perkembangan intelegensi menjadi internalisasi alat budaya
seseorang. Tetapi, alat-alat muncul dan dan berubah sebagaimana kultur/budaya
berkembang dan berubah. Bagi Vygotsky, perspektif historical dan cultural
adalah hampir sama, karena perbedaan cultural/budaya dapat dilihat di sepanjang
kontinum evolusi sosial.
TAHAPAN PERKEMBANGAN MENURUT BRUNER
Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan
belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu
aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap.
Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh
pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami,
mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk
baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu
untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau
tidak.
Bruner
mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual, yaitu:
1.
Tahap enaktif (0-2 tahun), seseorang melakukan
aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya.
Artinya dalam memahami dunia sekitarnya, anak menggunakan pengetahuan motorik. dimana
seorang peserta didik belajar tentang dunia melalui tindakannya pada
objek, siswa melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam usahanya memahami
lingkungan. Misalnya melalui gigitan, sentuhan,
pegangan dan sebagainya.
2.
Tahap
ikonik (2-4 tahun), seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui
gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia
sekitarnya, anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan
(komperasi). dimana belajar terjadi melalui penggunaan model dan gambar.
3.
Tahap simbolik (5-7 tahun), seseorang telah
mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan yang sangat dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam berbahasa dan logika. siswa mempunyai gagasan gagasan
abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika dan komunikasi dilkukan
dengan pertolongan sistem simbol. Semakin
dewasa sistem simbol ini samakin dominan. Dalam memahami
dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika
dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem
simbol. Semakin matang seseorang dalam proses pemikirannya, semakin dominan
sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi sistem enaktif
dan ikonik.
Penggunaan
media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih
diperlukannya sistem enaktif dan ekonik dalam proses belajar. Cara penyajian
enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini
seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau
kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau
melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif mengetahui
bagaimana mengendarai sepeda. Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran
internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili
suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya
sebuah segitiga tidak menyatakan konsep kesegitigaan. Penyajian simbolik
menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan
seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan dari pada objek-objek,
memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep dan memperhatikan
kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombinatorial. Sebagai
contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan timbangan.
Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan ”prinsip-prinsip” timbangan dan
menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk
dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih
tua dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau
gambaran. ”Bayangan” timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam
buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan
bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematik
dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen.
TAHAPAN PERKEMBANGAN DIENES
Dienes yakin bahwa konsep-konsep matematika harus
dipelajari secara bertahap yang mirip dengan tahap-tahap perkembangan
intelektual Piaget. Ia memandang sebagai aksioma enam tahap mengajar dan
belajar konsep matematika yakni (1) bermain bebas, (2) bermain dengan aturan
(games), (3) mencari sifat-sifat yang sama, (4) representasi, (5) simbolisasi,
dan (6) formalisasi.
Tahap 1. Bermain Bebas
Tahap bermain bebas dari belajar konsep
terdiri dari kegiatan-kegiatan yang tidak distrukturkan dan tidak diarahkan
yang membolehkan para siswa untuk bereksperimen dengan dan memanipulasi
representasi fisik dan asbstrak beberapa unsur dari konsep yang dipelajari.
Tahap belajar konsep ini hendaknya dibuat sebebas dan tak terstruktur mungkin;
akan tetapi guru hendaknya menyediakan bahan-bahan yang sangat bervariasi untuk
dimanipulasi para siswa. Akan tetapi periode bermain bebas yang tanpa aturan
ini mungkin dinilai rendah nilainya oleh guru yang terbiasa mengajar matematika
menggunakan metode yang sangat terstruktur, namun ini merupakan tahap penting
dalam belajar konsep. Di sini para siswa mengalami untuk pertama kalinya
berhubungan dengan banyak komponen dari konsep baru melalui interaksi dengan
lingkungan belajar yang berisi banyak representasi konkret dari konsep itu.
Pada tahap ini para siswa membentuk struktur mental dan sikap yang menyiapkan
mereka untuk mengerti struktur matematis suatu konsep.
Tahap 2. Games
Setelah periode bermain bebas dengan
banyak representasi suatu konsep, para siswa akan mulai mengamati pola-pola dan
keteraturan yang melekat pada konsep itu. Mereka memperhatikan bahwa
aturan-aturan tertentu menentukan suatu kejadian, bahwa beberapa hal adalah
mungkin dan bahwa hal lainnya tidak mungkin. Sekali siswa telah menemukan
aturan-aturan dan sifat-sifat yang menentukan suatu kejadian, mereka siap untuk
memainkan games, bereksperimen dengan mengubah aturan permainan yang dibuat
oleh guru dan membuat permainan mereka sendiri. Games memungkinkan para siswa
bereksperimen dengan berbagai parameter dan variasi dalam suatu konsep dan
untuk mulai menganalisis struktur matematis suatu konsep. Berbagai permainan
dengan representasi yang berbeda tentang suatu konsep akan membantu para siswa
menemukan unsur-unsur logis dan matematis suatu konsep.
Tahap 3. Mencari Sifat yang sama
Bisa terjadi setelah memainkan beberapa
games menggunakan representasi fisik yang berbeda dari suatu konsep, para siswa
mungkin tidak menemukan struktur matematis yang ada pada semua representasi
konsep itu. Sebelum para siswa menyadari adanya sifat-sifat yang sama dalam
representasi-representasi itu, mereka tidak akan dapat mengklasifikasi contoh
dan bukan contoh dari suatu konsep. Dienes menyarankan agar para guru dapat
membantu para siswa melihat struktur yang sama dalam contoh-contoh konsep itu
dengan menunjukkan kepada mereka bahwa setiap contoh dapat dijelmakan ke dalam
setiap contoh lain tanpa mengubah sifat-sifat abstrak yang sama pada semua contoh.
Seperti halnya untuk menunjukkan sifat-sifat yang sama yang ditemukan dalam
setiap contoh dengan memikirkan beberapa contoh pada saat yang sama.
Tahap 4. Representasi
Setelah para siswa mengamati unsur-unsur
yang sama dalam setiap contoh konsep, mereka perlu mengembangkan, atau menerima
dari guru, representasi tunggal konsep itu yang meliputi semua unsur yang sama
yang ditemukan dalam setiap contoh. Para siswa memerlukan representasi dengan
tujuan untuk menunjukkan unsur-unsur yang sama yang terdapat dalam semua contoh
konsep. Suatu representasi konsep biasanya lebih abstrak daripada contoh-contoh
dan akan membawa para siswa lebih dekat kepada pemahaman struktur matematis
abstrak yang mendasari konsep itu. Contoh
kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh
tiga) dengan pendekatan induktif.
Tahap 5. Simbolisasi
Pada tahap ini siswa perlu merumuskan dengan kata-kata
yang sesuai dan simbol-simbol matemais untuk mendeskripsikan representasi
konsepnya. Baik sekali jika siswa dapat menciptakan representasi simbolik
mereka sendiri untuk setiap konsep; akan tetapi, untuk tujuan konsistensi
dengan buku teks, guru hendaknya campur tangan dalam pemilihan sisem simbol
oleh siswa. Pada awalnya lebih baik para siswa diperbolehkan membuat
representasi simbolik mereka sendiri, dan selanjutnya mintalah mereka
membandingkan simbolisasi mereka dengan simbolisasi dalam buku teks. Para siswa
hendaknya ditunjukkan pentingnya sistem simbol yang baik dalam memecahkan
masalah, membuktikan teorema, dan dalam menjelaskan konsep-konsep. Sebagai
contoh, teorema Pythagoras akan lebih mudah diingat dan digunakan jika ia
disajikan secara simbolis sebagai a2 + b2 = c2,
daripada secara verbal sebagai ”untuk segitiga siku-siku, kuadrat panjang sisi
miring sama dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi yang lain.”
Tahap 6. Formalisasi
Setelah para siswa mempelajari suatu konsep dan struktur
matematis yang berkaitan, mereka harus mengurutkan sifat-sifat konsep itu
dan memikirkan akibatnya. Sifat-sifat utama dalam suatu struktur matematis
merupakan aksioma-aksioma suatu sistem. Sifat-sifat yang diturunkan adalah
teorema, dan prosedur dari aksioma untuk mencapai teorema adalah bukti
matematis. Pada tahap ini para siswa menyelidiki akibat-akibat suatu konsep dan
menggunakan konsep untuk menyelesaikan soal-soal matematika murni dan terapan.
Pada
tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta
membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan
tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu
sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta
sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan
mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika.
Menurut
Dienes, variasi sajian hendaknya tampak berbeda antara satu dan lainya sesuai
dengan prinsip variabilitas perseptual (perseptual variability), sehingga anak
didik dapat melihat struktur dari berbagai pandangan yang berbeda-beda dan
memperkaya imajinasinya terhadap setiap konsep matematika yang disajikan.
Berbagai sajian (multiple embodiment) juga membuat adanya manipulasi secara
penuh tentang variabel-variabel matematika. Variasi matematika dimaksud untuk
membuat lebih jelas mengenai sejauh mana sebuah konsep dapat digeneralisasi
terhada konteks yang lain. Dengan demikian, semakin banyak bentuk-bentuk
berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, semakinjelas bagi anak dalam
memahami konsep tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar